Mengenal PIL dan WIL

Pil wil

 

Mengenal PIL dan WIL 


Seks di luar nikah (extramarital sex) diartikan sebagai tindak-tanduk seksual antara seorang yang sudah menikah dengan seseorang lain yang bukan istri atau suaminya yang sah. Hubungan seks di luar nikah bukan hanya terjadi  dalam level hubungan seks, tetapi juga dalam hal-hal yang mengarah pada hubungan seks, misalnya rayuan, cumbuaan, dan pelukan.

Hubungan seks di luar nikah dapat juga disebut sebagai perzinahan. Orang Indonesia menyebutnya “selingkuh”  atau HUGEL untuk bahasa gaul orang MANADO. Sekarang ini selingkuh bukan lagi menjadi hal tabu yang diperbincangkan. Koran-koran lokal misalnya, menampilkan aksi nekat suami membunuh pasangan kencan istrinya. Atau sebaliknya istri-istri tertentu nekat memukul “wanita” selingkuhan  suaminya.


Penyebab dan Dampak Extramarital Sex

Tentu ada banyak penyebab adanya tindakan selingkuh. Salah satunya adanya kemajuan teknologi dalam proses modernisasi. Pasangan suami-istri yang mengalami “ketidakpuasan” dalam hubungan seks dengan pasangan sendiri tentu akan cenderung mencari-cari kebutuhan tersebut di luar rumah. 

Alat canggih teknologi dalam bentuk HP mempermudah mereka untuk “berjanjian” mengadakan hubungan terlarang itu. Tentu ada banyak penyebab lain adanya hubungan seks di luar nikah, seperti adanya rasa bosan, pertengkaran, pengalaman traumatis, perpisahan yang cukup lama dengan pasangan, hanya iseng-iseng/ ingin adanya variasi, sebagai pelarian dari masalah rumah tangga yang belum terselesaikan, kebutuhan dasar afektif tidak terpenuhi di dalam rumah sehingga mencari pemenuhannya di luar rumah, ada kelainan seksusal dan lain-lain.  Selingkuh atau hubungan dengan PIL (Pria Idaman Lain) dan WIL (Wanita Idaman Lain) tentu menodai kesucian perkawinan.

Perselingkuhan adalah bibit perceraian. Dengan kata lain, adanya selingkuh akan sangat rentan bagi timbulnya perceraian. Yakni setia sampai mati atau tak terceraikan.  

Namun tidak berarti dengan adannya hukum tersebut pasangan suami-istri “diajak”  untuk “bercerai,” karena secara moral perceraian menggambarkan deviasi terhadap tujuan luhur perkawinan yakni persekutuan seluruh hidup untuk kesejahteraan bersama suami-istri. Di samping itu, perceraian membawa dampak buruk bagi anak-anak yang dilahirkan dan tentunya tidak sesuai dengan rancangan ilahi.

Martin Richard dalam tulisannya yang berjudul  Families, Politics and the Law dengan sangat baik menguraikan dampak-dampak yang ditimbulkan bagi anak-anak dari pasangan yang bercerai. Ia menyebut beberapa poin ini: Misalnya rendahnya tingkat pendidikan, sehingga dengan demikian akan berdampak pada akses kerja dengan tingkat pendapatan yang minim. Di samping itu, ada masalah dalam bidang psikologi (psychological problems) bagi anak-anak tersebut.

Hal senada diungkapkan oleh Jack Dominian dalam karyanya yang berjudul Marital Breakdown and the Health of the Nation.  Jack Dominian menulis,

Anak-anak yang orangtuanya bercerai membawa serta dalam dirinya risiko yang sangat besar dalam kesehatan fisik dan psikologis sejak orangtuanya bercerai hingga masa tuanya. Anak-anak di bawah umur lima tahun dalam situasi orangtuanya bercerai menjadi orang yang terluka. Mereka juga dua atau lima kali  lebih rentan mendapat sakit jiwa.

Di samping itu, anak-anak yang orang tuanya bercerai sangat rentan dalam pergaulan bebas atau mengalami hubungan seks yang lebih awal serta terlibat dalam konsumsi obat-obat terlarang serta alkohol.


Extramarital Sex dari Perspektif Teologi Tubuh

Mereka yang terlibat dalam hubungan seks dengan pria atau wanita lain yang bukan istri atau suaminya tentu tidak didasarkan pada semangat cinta. Yang namanya cinta pasti ada komitmen dan penyerahan diri (self-surrender). Dalam perselingkuhan yang ada hanyalah kemunafikan. Cinta sejati bersifat kontinyu, timbal balik, dan total.

Selain itu, dalam cinta sejati terdapat kualitas kesetiaan, tanggung jawab, dan pengorbanan diri. Dalam hubungan gelap dengan PIL atau WIL tidak terdapat karakter itu.

Mereka yang terlibat dalam hubungan intim dengan pihak ketiga menodai perkawinan sebagai “communio personarum” dan merendahkan harkat dan martabat manusia sebagai citra Allah. Relasi demikian tidak mencerminkan perwujudan akan kasih Allah, karena tindakan hubungan seks mereka bukan didasarkan pada semangat saling memberi melainkan pada semangat saling memanfaatkan atau saling menggunakan. Yang lain dilihat sebagai obyek pemuasan hasrat seksualnya.

Seharusnya hubungan seks perlu dijalankan atas dasar cinta murni. Relasi memanfaatkan atau relasi demi “kepuasan” tepat dikenakan dalam relasi extramarital sex. Dalam relasi yang sudah dipenuhi nafsu, terjadi pemerasan di antara mereka. Pemberian yang dilandasi nafsu tersebut bukanlah pemberian diri seutuhnya. Nafsu menuntun manusia pada pencarian akan pemuasan diri sendiri. Dengan demikian mereka juga kehilangan kebebasan yang dimengerti sebagai “the capacity for giving.”

Intinya adalah bahwa extramarital sex tidak lain merupakan pelecehan terhadap makna nupsial tubuh manusia serta memperlemah relasi suami-istri. Arti nupsial tubuh (arti perkawinan) yang melekat erat dalam tubuh manusia mengumandangkan secara lantang bahwa tubuh manusia memiliki kemampuan untuk mencintai dalam bentuk pemberian diri yang kualitasnya ditentukan oleh ciri-ciri ini: bebas, total, setia, berbuah (free, total, faithful, fruitful).

Adanya tindakan penyelewengan dalam bentuk selingkuh menyatakan bahwa mereka yang sedang terlibat di dalamnya tidak sungguh-sungguh memahami makna atau arti nupsial tubuh yang melekat di dalam diri mereka.

Singkatnya, di dalam tindakan hubungan seks di luar nikah mereka tidak setia kepada pasangan. Di samping itu, hubungan seks dalam perselingkuhan tidak didorong oleh cinta murni, merusak janji perkawinan dan relasi cinta dalam hidup berkeluarga. Tak dapat dipungkiri juga bahwa mereka yang terlibat dalam perselingkuhan tidak menjadi pendidik yang baik bagi anak-anak dalam keluarga.


Mencegah Terjadinya PIL dan WIL

Jalankan aturan Islam bagi kehidupan berumah tangga. Tidak boleh ada pergaulan di luar batas antara laki-laki dan perempuan yang bukan mahromnya. Suami dan istri wajib memahami hukum-hukum Islam yang mengatur pergaulan. Seperti harus menundukkan pandangan terhadap laki-laki asing, baik pandangan yang menyangkut aurat atau pandangan yang bersifat syahwat. Tidak boleh khalwat dengan lawan jenis yang bukan mahromnya. Tidak boleh ikhtilath yang tidak sesuai dengan hukum syara. Hukum asal laki-laki dan perempuan yang bukan mahromnya adalah terpisah.

Kalau ini dilanggar, disamping berdosa, potensi bahayanya juga besar. Terjadilah perselingkuhan. Bagaimana dengan kondisi sekarang yang jauh dari tatanan Islam, baik di rumah ataupun di tempat kerja? Memang di tempat kerja, terkadang situasinya lebih sulit. Kita berusaha menjaga, orang lain berusaha menggoda.


GANGGUAN PIL DAN WIL 

Faktor yang membuat pil dan wil terjadi dalam rumah tangga diantaranya


1. Kurangnya Agama Atau Keimanan Dalam Diri Seseorang

2. Kurangnya Pendirian Dalam Hidup ( Selalu Plin Plan ) 

3. Faktor Lingkungan / Pergaulan Yang Tidak Baik

4. Permasalahan Intern dan Extern Dalam Rumah Tangga

5. Tekanan Ekonomi Sulitnya Mencari Ekonomi

6. Faktor Masuknya Mertua Di Dalam Rumah Tangga

7. Pola Pikir Yang Negatif 

8. Pengaruh Ilmu Hitam / Pelet 



Jika Anda ingin bertanya lebih jauh tentang program terapi di klinik hati atau membutuhkan saran layanan terapi lainnya, Anda juga bisa berkonsultasi dengan kami secara online. Penyakit yang tidak kunjung sembuh atau ada saudara teman anda yang sedang sakit. Bisa datang kepada kami, dengan perantara Kami Insya Allah sembuh atas ijin Allah SWT.




Info Lebih Lanjut Hub : 0821 1541 1233



Kesembuhan Datang dari Allah Keselamatan dan Kepuasan Pasien Tanggung Jawab Kami.



Semoga Allah memberkahi hari ini dan Allah mudahkan setiap urusan, memberikan rezeki yang halal dan baik, melapangkan hati, dan meringankan langkah kita dalam kebaikan. 



Alamat : Jalan Kinibalu No. 26 B / 42 Rt. 01 Rw. 13 Kel. Sidanegara, Kec. Cilacap Tengah Kab. Cilacap JAWA TENGAH

0 Komentar